Q: BannerPOINT bukan merupakan program resmi kantor? Apa bedanya DP dengan Banner Agent?
BannerPOINT adalah kode proyek, nama penyebutan untuk operasi ritel BannerStore menggunakan konsep retail networking. Awalnya, Banner Store akan beroperasi lewat 2 channel distribusi, yaitu secara franchise (dengan format toko) dan secara direct sales (format tanpa toko). Format pertama sudah dijalankan di China berupa convenience store chain semodel Alfamart dengan nama BannerSHOP. Untuk model yang kedua digunakan nama (tentatif) BannerPOINT.
Pada saat program ini disosialisasikan di jaringan (dengan langkah pembentukan jaringan distribusi di tingkat sub-jaringan), dibentuklah jaringan "Distribution Point" (DP), dan terjadi generalisasi dengan menyebut DP sebagai Banner Point (padahal sesungguhnya DP adalah entitas distribusi dalam proyek BannerPOINT).
Pada perkembangannya saat kantor pusat Banner Store mengumumkan proyek ini secara resmi, nama DP diperkenalkan dengan nama Banner Agent. Jadi sesungguhnya sama sekali tidak ada bedanya antara DP dan Banner Agent. DP adalah penyebutan awal (istilah DP - Distribution Point - lebih menunjukkan fungsi), Banner Agent (BA) adalah nama setelah proyek ini resmi dibuka (BA lebih menunjukkan subjek, menunjuk pada pelaku distribusi).
Kode proyek BannerPOINT digunakan secara internal untuk proses inisiasi. Setelah berjalan, proyek ini melebur menjadi bagian tak terpisahkan dari Banner Store, khususnya di Indonesia di mana model pertama tidak dijalankan di sini (implikasinya, selain supermarket yang sudah dibangun di 6 kota, keseluruhan operasi Banner Store berisi implementasi proiyek BannerPOINT). Tidak ada gunanya lagi meggunakan istilah BannerPOINT, saat ini kita menyebutnya sebagai "peluang usaha Tiens Banner Store". Hal ini berkaitan dengan strategi brand positioning, di mana merk yang dicitrakan adalah Banner Store itu sendiri. Dengan demikian, secara resmi di lapangan perusahaan tidak menggunakan istilah BannerPOINT lagi (kecuali secara teknis internal).
Q: Apa bedanya DC dan BSC?
Sama seperti penjelasan di atas tentang DP v.s. BA, DC(Distribution Center) adalah penyebutan sementara untuk BSC (Banner Stock Center).
Q: Apakah harga pasti murah? Bagaimana strategi harga kita?
Secara kebijakan perusahaan (company policy), harga barang harus diusahakan bersaing dengan harga pasar ritel modern terendah di daerah tersebut. Harga ini berkaitan dengan volume, semakin besar volume pembelian, semakin rendah harga yang didapatkan dari supplier, semakin murah harga barang di tingkat konsumen.
Pada tahap awal, harga kita akan berada di kisaran harga M3 (kelas Alfamart,Indomaret,dsb.). Walaupun outlet waralaba di kelas ini memiliki operational cost di atas kita, harus diingat bahwa mereka sudah memiliki jaringan yang sangat besar dan memiliki omzet penjualan yang sangat besar, jauh di atas volume pembelian kita di awal. Namun seiring dengan berjalannya waktu volume kita akan membesar dengan cepat, dan di tingkat volume yang sama, dengan biaya operasional yang lebih rendah (ingat: MLM adalah efisiensi jalur distribusi), otomatis harga kita bisa jauh lebih murah hingga masuk di kelas M2 (kelas Carrefour, Hypermart, dsb). Yang menarik, tingkat harga ini dapat dicapai dengan tetap memberikan point (10% PV) bagi para distributor.
Kita menerapkan strategi harga EDLP (Every Day Low Price), sementara kebanyakan pasar ritel modern saat ini menerapkan strategi harga HLP (High Low Price). EDLP adalah menjual semua barang dengan harga semurah mungkin sesuai nilai pembelian dari supplier ditambah margin profit dan operasi. HLP menerapkan strategi cross-pricing dengan mendiscount beberapa item barang dengan harga serendah mungkin (bahkan tanpa profit plus meminta discount promosi dari supplier untuk periode tertentu) dan menaikkan harga beberapa barang lain untuk menutupi margin yang hilang di barang terdiscount.
Toko yang menerapkan HLP menciptakan persepsi bahwa harga di toko tersebut murah (karena adanya barang-barang yang harganya diset serendah mungkin dan dipromosikan besar-besaran), padahal saat kita berbelanja berbagai macam barang pada saat ditotal biasanya harganya justru di atas barang-barang sama yang dibeli di tempat yang menerapkan EDLP.
Ilustrasi ini menunjukkan perbedaan HLP dan EDLP:
Minyak gioreng (*): HLP=19000 EDLP=20000
Susu Kaleng (*): HLP=22000 EDLP=23000
Gula,Kopi,Teh: HLP=26000 EDLP=24000
Beras: HLP=39000 EDLP=39000
Kecap,Sambal,Bumbu: HLP=16000 EDLP=15000
Sabun,Shampoo,Odol: HLP=17000 EDLP=16000
Dari ilustrasi di atas tampak bahwa dengan HLP harga-harga yang sensitif (fast moving, cenderung menjadi persepsi tingkat harga di suatu toko) seperti minyak goreng dan susu kaleng dipasang dengan harga serendah mungkin, dan menaikkan harga di barang-barang seperti gula,kopi,teh,kecap,dsb. Total pembelanjaannya adalah Rp139.000,-
Di tempat dengan strategi EDLP, semua barang diset dengan harga serendah-rendahnya setelah ditambah margin profit tertentu (biasanya rendah). Total pembelanjaannya adalah Rp137.000,-, lebih murah dibanding di tempat dengan HLP.
Q: Kapan price list keluar?
Bulan ini (Juni 2009), dengan harga awal tanpa quantity discount dari supplier.
Selasa, 23 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar